PNPM PONOROGO

PNPM PONOROGO


Sebagai wadah peningkatan kapasitas masyarakat dan  kinerja PNPM Mandiri Perdesaan kabupaten Ponorogo dalam rangka ikut mendorong terwujudnya Rahayuning Bumi Reyog
Oleh : Ir. Kunang Dana Saputra
Fasilitator Kabupaten  bidang Pemberdayaan  Kabupaten Ponorogo

Penerapan metode pembangunan partisipatif dalam pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM MPd) merupakan sebuah proses pemberdayaan masyarakat yang bersifat dinamis. Dinamika proses ditunjukkan dari adanya pengembangan wilayah partisipasi masyarakat tidak terbatas pada perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dalam kegiatan PNPM MPd, melainkan juga pengintegrasian PNPM MPd ke dalam proses-proses pembangunan reguler. Penyatuan dan penyelarasan hubungan antara perencanaan partisipatif, teknokratis dan politis menjadi “ jargon” baru dalam dinamika pelaksanaan PNPM MPd.

Dinamika pemberdayaan masyarakat, termasuk juga pengintegrasian program merupakan sebuah proses belajar sosial bagi masyarakat desa. Praktek-praktek pembangunan adalah bagian dari hidup masyarakat desa dalam meningkatkan pengetahuan, ketrampilan maupun sikap diri dalam menanggapi perubahan jaman. Oleh sebab itu, secara khusus dalam pelaksanaan PNPM MPd diterapkan konsep pembelajaran masyarakat yang dimulai dengan penyediaan sarana/prasarana pembelajaran di tingkat kecamatan melalui penyediaan Dana Operasional Kegiatan Pelatihan Masyarakat (DOK Pelmas). Peningkatan jumlah DOK Pelmas ditetapkan untuk memperluas pelatihan dan manajemen pelatihan masyarakat ditata lebih sistematis melalui pengembangan Ruang Belajar Masyarakat (RBM).

Semangat yang terkandung dalam Ruang Belajar Masyarakat (RBM) adalah menjadikan seluruh aktivitas hidup masyarakat sebagai ruang pembelajaran. Titik awal dari pengembangan RBM adalah adanya kehendak “baik” dari masyarakat untuk meningkatkan kapasitas dirinya melalui proses belajar. PNPM MPd bertahun-tahun menjadi “ruang belajar” bagi masyarakat. PNPM MPd telah membentuk watak sosial tertentu dalam diri masyarakat, sehingga masyarakat tersebut dapat menampilkan dirinya sebagai komunitas (community) yang mampu merepresentasikan kepentingan-kepentingannya secara kolektif. Pola kerja “mobilisasi partisipasi” telah menjadikan tahapan kegiatan PNPM MPd sebagai media belajar yang paling mudah dipahami oleh masyarakat desa dalam menerapkan praktek-pratek pemberdayaan masyarakat. Berbagai bentuk pelatihan masyarakat yang dibiayai melalui DOK Pelmas telah menjadikan proses belajar di kalangan masyarakat penerima bantuan PNPM MPd sehingga mereka terlibat aktif di dalam proses perubahan sosial yang terjadi di kawasan perdesaan.

Ruang belajar masyarakat terbatas dalam tahapan PNPM MPd belumlah cukup untuk menjadikan masyarakat desa mampu untuk berinteraksi dengan kepentingan-kepentingan yang lebih luas terkait pembangunan desa. Untuk itu, RBM dalam pelaksanaan PNPM MPd perlu diperluas dengan beragam model pembelajaran. Hasil akhirnya ditujukan untuk memperkuat kualitas kinerja PNPM MPd itu sendiri dan juga memperkuat daya kolektivitas masyarakat untuk mampu tampil sebagai kekuatan komunitas desa/antar desa yang memiliki daya tawar ketika harus berkomunikasi dengan teknokrat maupun anggota legislatif. Kendatipun hubungan antara PNPM MPd dengan Integrasi Program terbatas pada perencanaan kegiatan, namun dalam pelaksanaan PNPM MPd tetap disediakan pembiayaan-pembiayaan kegiatan untuk mendukung proses Integrasi Program yaitu berupa dana-dana pelatihan yang disediakan dalam bentuk DOK Pelmas dan DOK RBM.

Munculnya istilah RBM dalam pelaksanaan PNPM MPd bermula dari upaya meningkatkan kualitas pelatihan masyarakat (Pelmas) melalui penambahan biaya pelatihan. Peningkatan jumlah DOK Pelmas tanpa manajemen yang tertata secara sistematis akan berdampak negatif berupa rendahnya kinerja pelmas itu sendiri. Selain itu, munculnya beragam kebutuhan pelatihan untuk meningkatkan kualitas kinerja PNPM MPd tidak memungkinkan semuanya dibiayai dari DOK Pelmas di kecamatan.

Solusi yang ditempuh adalah secara khusus membentuk sebuah kelompok kerja (Pokja) Kabupaten yang dikoordinasikan oleh Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD). Pokja Kabupaten berkewajiban mengelola kegiatan pelatihan di tingkat kabupaten dengan penyediaan dana khusus yang disebut DOK RBM. Karenanya, ada keterkaitan erat antara DOK RBM dengan DOK Pelmas.

Selanjutnya, yang wajib untuk dilakukan pada tahap pertama adalah pelatihan pelatih bagi Tenaga Pelatih Masyarakat (TPM) sebagai petugas lapang yang membantu BKAD menjadi pelatih kegiatan pelatihan yang dibiayai DOK Pelmas. Melalui DOK RBM ini juga dilakukan pelatihan-pelatihan wajib yang ditujukan untuk meningkatkan kinerja PNPM MPd yaitu :


  1. Pelatihan Advokasi Hukum atau pembelajaran hukum kepada masyarakat melalui pengembangan tenaga para legal, 
  2. Pelatihan community base monitoring (CBM) yaitu pelatihan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat khususnya Tim Pengawas dari unsur masyarakat dalam memonitor pelaksanaan PNPM MPd, 
  3. Pelatihan media publikasi dan informasi yang ditujukan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam mempublikasikan dan menginformasikan hasil-hasil PNPM MPd, 
  4. Adanya dana gantung senilai Rp.10 juta sebagai stimulan bagi masyarakat apabila berperkara di pengadilan. 

Selanjutnya, apabila terdapat sisa DOK RBM setelah dibagi-bagi untuk membiayai kegiatan wajib, maka dimungkinkan Pokja Kabupaten merumuskan beragam kegiatan lainnya untuk dibiayai dengan DOK RBM, seperti: pengembangan Radio Komunitas, workshop penanganan masalah, pameran pembangunan dll.

Dinamika RBM tidak terbatas sebagai aktivitas Pokja Kabupaten dalam menjalankan fungsinya sebagai event organizer. Namun, RBM dipahami sebagai dinamika proses-proses pembelajaran secara sosial. Kemampuan masyarakat dalam berkomunikasi dan berwacana dengan beragam pihak yang terkait dengan proses pembangunan desa ditingkatkan melalui proses belajar bersama di berbagai kegiatan yang digerakkan melalui RBM maupun Pelatihan Masyarakat.

Ruang-ruang kerja atau bahkan rumah sewaan Fasilitator Kecamatan atau Fasilitator Kabupaten yang ramai dikunjungi warga masyarakat adalah pertanda hidupnya RBM. Kepengurusan BKAD yang dinamis yang didukung oleh beragam aktivitas kader-kader pemberdayaan masyarakat pertanda adanya RBM. Dengan demikian, kehadiran RBM tidak dipahami secara dangkal sebagai adanya pelatihan-pelatihan di kabupaten yang dikelola oleh Pokja Kabupaten. Aktivitas RBM merupakan beragam kegiatan pembelajaran sosial yang didinamisasikan melalui tahapan kegiatan PNPM MPd dan juga proses-proses Integrasi Program yang ada di desa, kecamatan maupun kabupaten.

Hasil akhir dari proses RBM adalah meningkatnya kapasitas masyarakat dalam mendinamisasikan ruang publik dan mempraktekkan demokrasi dalam kehidupan sehari-hari. Dalam dinamika RBM ini, bukan hanya warga masyarakat yang dapat belajar bersama. Pembelajaran sosial melalui RBM juga terbuka lebar bagi para pejabat publik, aparat pemerintah, konsultan dan fasilitator, aktivis politik, pengurus partai, anggota legislatif, guru, dosen, anggota LSM maupun pengusaha-pengusaha swasta. Semangat yang dikandung dalam RBM adalah menghidupkan kembali gotong royong, serta mempraktekkan secara langsung budaya musyawarah mufakat melalui kemampuan berkomunikasi secara damai.

Proses pembelajaran melalui RBM ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi terciptanya Integrasi Program. Sebab, semua pihak yang terlibat dalam Integrasi Program yaitu pihak masyarakat, aparat pemerintah, maupun anggota legislatif setelah melalui dinamika RBM menjadi terlatih untuk menjunjung tinggi semangat persatuan dan kesatuan dalam merumuskan kebijakan publik. Masyarakat desa dibelajarkan untuk mengkomunikasikan kepentingannya secara demokratis, partisipatif, transparan dan akuntabel dengan pemihakan secara nyata kepada rakyat miskin maupun kaum perempuan. Bahkan, masyarakat desa juga dibekali untuk mampu mengkomunikasikan perencanaan pembangunan secara rasional dan terukur dalam bentuk proposal-proposal kegiatan, sebagaimana saat sekarang program tengah mempersiapkan Kader Teknis dalam rangka Integrasi Penuh Tahun 2012 untuk mampu menyusun dan membuat Dasain dan Rencana Anggaran Biaya (RAB) dengan pendampingan Fasilitator.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Top