Keberadaan seorang kader dalam sebuah pergerakan adalah sesuatu yang
sangat vital. Tidak ketinggalan juga tentunya dalam pergerakan pemberdayaan
masyarakat seperti yang dilakukan oleh
PNPM. Bagi PNPM, eksistensi seorang kader yang sering disebut sebagai
KPMD (Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa) menjadi tulang punggunng bagi PNPM
dalam segala tujuan mulianya. Seorang kader yang mampu menjadi corong bagi
setiap Nilai yang ingin ditanamkan PNPM kedalam gerak sosial masyarakat sangat
dibutuhkan.
Kader, dalam pengertian sederhana adalah seseorang yang mampu meyakini
sebuah nilai dan berupaya menanam serta menyebarluaskan nilai tersebut kepada
orang lain. Itulah seorang kader. Bagi PNPM, tentu saja KPMD adalah orang yang
sudah menerima dan meyakini Nilai yang dibawa oleh PNPM menjadi sebuah ideology
dan kebenaran yang di yakini. Tidak cukup itu, kader PNPM diharapkan mampu
menjadi van guard bagi upaya penanaman segala nilai Demokrasi, kesetaraan,
pemberdayaan, pengentasan kemiskinan dan segala nilai lain yang dimiliki oleh
PNPM.
Fakta di lapangan, harapan itu barangkali masih menjadi idealitas
belaka. Alih-alih seorang kader mampu menjadi dongke bagi upaya pemberdayaan
masyarakat, seorang kader selama ini hanya ada untuk memenuhi kebutuhan
program. Di satu sisi, kita para fasilitator, barangkali masih membatasi makna
kader sebagai alat mekanis untuk melakukan kerja-kerja taktis program. Di sisi
lain, kader sendiri belum mampu memaknai keberadaanya sebagi sesuatu yang
memiliki peran yang sangat vital. Banyak dan sering sekali seseoarang bersedia menjadi
kader hanya dengan alasan “terpaksa”.
Dalam sebuah sesi “pra wacana” pelatihan di bulan Nopember 2012,
penulis mencoba menakar komitmen kader dengan sebuah pertanyaan “kenapa anda
mau menjadi KPMD?” , jawaban yang didapat sungguh jauh dari apa yang diharapkan
penulis. Alasan umum yang muncul adalah karena diperintah oleh kades, atau tidak
ada yang lain yang mau. Seolah menjadi kader PNPM adalah sejelk-jelek peran.
Paling baik alasan yang muncul adalah mencari pengalaman.
Itu fakta lapangan. Sungguhpun banyak orang yang mampu secara
pendidikan dan peran sosial di masyarakat, akan tetapi jarang orang yang mau
menjadi kader (KPMD) bagi PNPM. Seringkali orangg yang terpilih menjadi kader
PNPM adalah pilihan terakhir di masyarakat. Orang yang tidak punya aktifitas,
tidak sibuk atau yang lain. Fakta itu yang menjadikan tantangan bagi penulis
untuk mengelola motivasi yang beragam kader ketika bergabung ke dalam PNPM itu
menjadi sebuah potensi besar. Dengan satu keyakinan, paling tidak para kader
itu akan merasa bahwa mereka “Tersesat di jalan yang benar” dengan bergabung dengan PNPM.
Untuk keyakinan kecil itu penulis telah mencoba melakukan upaya kecil,
dengan satu harapan tentunya, upaya kecil berikut ini akan memulai hal-hal yang
lebih besar:
Menjadikan KPMD menjadi Sebuah Komunitas.
Seperti ditulis diatas, menjadi KPMD adalah bukan merupakan pilihan.
Ketika bergabung ke PNPM, kader tidak memiliki kepercayaan diri sama sekali.
Menjadi KPMD, seperti pengalaman sebelum-sebelumnya hanya untuk memenuhi
kebutuhan program semata. Melakukan penggalian gagasan dan terakhir menyusun
proposal. Itu saja. Sehingga wajar KPMD kemudian merasa dirinya bukan bagian
penting dalam lingkar PNPM.
Untuk Menumbuhkan kepercayaan diri itu, untuk membuat mereka merasa
menjadi bagian penting´maka kader harus menjadi satu komunitas yang sedikit ekslussif
(untuk tidak menyebut dihargai) di masyarakat.
Ada banyak cara untuk memulai menampakan komunitas kader PNPM. Cara
yang efektif ditempuh adalah menjadikan KPMD menjadi terlembaga di tingkat kecamatan. Terlembaga dengan
tuntutan layaknya sebuah lembaga, memiliki pengurus, aturan main dan program
kerja yang jelas dan terukur.
Untuk tahap pertama yang sudah ditempuh oleh kecamatan penulis, telah
berhasil mengawali embrio agar KPMD menjadi komunitas tersendiri. Terbentuk
organisasi KPMD dengan Ketua Lukman Hakim (KPMD Gondowido), sekretaris Warni
(KPMD Wagirlor) dan bendahara Purwati (KPMD) talun. Dengan program kerja
melakukan pertemuan rutin dan saling bantu melakukan kerja tahapan program
tidak dengan batas desa. Kader desa A bisa dibantu Kader Desa B atau sebaliknya.
Untuk kepentingan prkatis penulis, hal ini cukup efektif untuk kinerja
RKTL program. Untuk rakor KPMD misalnya, KPMD sendiri yang merencanakan dan
menyiapkan perangkat hardware-nya, bukan lagi FK atau FT. Dalam pelaksanaan
kinerja tahapan juga demikian, mereka sendiri yang merumuskan langkah-langkah
strategi mengawal perencanaan, pelaksanaan dan Pengawasan.
Keberadaan embrio organisasi kader ini menyebabkan efek domino bagi
langkah-langkah selanjutnya.
Memperbanyak Pertemuan Non formal
Salah satu kunci keberhasilan sebuah komunitas (organisasi) adalah
banyaknya intensitas pertemuan sehingga menumbuhkan kohesifitas di antara para
anggotanya. Sementara itu jangkauan program untuk melakukan pertemuan sangat
terbatas. Paling banter DOK hanya mampu mengagendakan 1 kali rakor dalam satu
bulan. Itu pun paling hanya untuk kepentingan praktis tahapan program. Sehingga
tidak ada wahana untuk memungkinkan terjadinya gesekan antar kader dan antara
kader dan fasilitator guna pembangunan nilai.
Oleh karenanya diperlukan lebih banyak pertemuan yang sifatnya
non-formal. Penulis sendiri termasuk orang yang percaya bahwa istilah Kopi “Ginastel”
bukan hanya dimaknai legi panas dan kentel. Ngopi barangkali media untuk
menjadikan komunitas menjadi semakin manis, hubungan antar anggota semakin
hangat dan semakin kental. Penulis percaya bahwa tidak ada ide-ide besar yang
lahir hanya di forum-forum besar. Sumpah pemuda atau bahkan proklamasi sendiri
penulis yakin hanyalah sebuah forum ketok palu dari sekian banyak
pertemuan-pertemuan non-formal kelompok-kelompok kecil sebelumnya. Banyak
sekali hal-hal besar yang lahir dari proses se-sederhana ngopi. Java, sebuah
operating system teknologi informasi mutakhir lahir dari sebuah warung kopi di
jerman.
Demikian juga, berkembangnya wacana, tumbuhnya nilai tidak mungkin akan
tumbuh hanya dengan forum-forum pelatihan atau rpaat-rapat. Pengetahuan tidak
hanya didapat dalam buku-buku materi pelatihan. Kita tidak pernah menyadari
kapan kita belajar makan dengan sendok, kapan belajar pakai celana dan
lain-lain. Banyak sekali pengetahuan yang kita dapat dari kebiasaan.
Pengetahuan masuk secara perlahan-lahan dari apa yang diciptakan oleh lingkungan.
Penulis barangkali diuntungkan dengan kecamatn yang memiliki tempat
rekreasi yang representative untuk melakukan forum gagas geges tersebut. Dengan
forum ngopi semua batas antara fasilitator dan kader menjadi terlepas semua.
Pada saat semua batas terlepas itulah tanpa disadari banyak pengetahuan didapat.
Di situlah penanaman nilai itu berjalan secara alami. Proses doktrinasi harus
berjalan secara natural, bukan dalam forum-forum intelektual.
Dari forum gagas-geges seperti inilah muncul banyak hal-hal besar,
tentang pemberdayaan, tentang pengentasan kemiskinan, tentang kedaulatan desa,
tentang perencanaan partisipatif, tentang keberfihakan kepa masyarakat miskin,
tentang keterbukaan dan transparansi, tentang anti korupsi dan lain-lain.
Memfasilitasi Hobi Kader
Hal ini sebuah idealitas yang sedang dibangun. Menjadi KPMD bukan
pilihan ekonomis, tidak ada nilai ekonomis yang didapat dari menjadi kader
PNPM. Keadaan ini barangkali merupakan salah satu yang menjadikan KPMD tidak
menjadi peran pilihan. Bahkan, sering kali kader mengeluh bahwa kegiatan
ekonominya terganggu oleh kegiatan-kegiatan tugas KPMD.
Hal itu harus segera dikikis. Bergabung menjadi KPMD harus memiliki
nilai praktis juga, dalam arti positif. Komunitas KPMD bisa dijadikan jaringan
ekonomi. KPMD dari latar belakang ekonomi tertentu bisa membagi pengalaman dan
jaringannya dengan KPMD yang lain dalam komunitas. Warni KPMD wagirlor contohnya, kegiatan-kegiatan
kelompok tani yang dia pimpin dan jaringannya sudah bisa dibagi kepada KPMD
yang lain yang memiliki kecenderungan hobi bertani. Lukman hakim, KPMD
Gondowido, sebagai loper jajan dia berhasil memperluas pasarnya dari komunitas
KPMD. Atau Dwi Purwo (KPMD Sempu) telah mampu membagi laba penjualan sepeda
motor dengan memberikan komisi bagi KPMD-KPMD lain yang memiliki konsumen
sepeda motor. Dan Lain-lain, dan itu semua bisa terjadi, jaringan ekonomi itu
bisa diwujudkan dari adanya sebuah komunitas yang solid.
Memberi kepercayaan mengelola kepentingan Mereka Sendiri
Semua orang pada dasarnya memiliki kemampuan, seringkali kemampuan itu
tidak muncul karena tidak adanya kesempatan. Kesempatan untuk menunjukkan
kemampuan itu harus diciptakan. Dalam konteks KPMD ini, banyak sekali yang bisa
dilakukan agar KPMD bisa menunnjukkan eksistensinya. Seperti memberi peran
dalam kegiatan-kegiatan di tingkat kecamatan atau desa. Dalam rapat di desa
misalnya, fasilitator harus tahu diri, forum di desa adalah forumnya KPMD
jangan diambil alih.
Di tingkat Komunitas (tingkat kecamatan) kegiatan yang berkaitan dengan
kepentingan KPMD harus di kelola oleh KPMD sendiri, rakor bulanan contohnya,
forum itu harus menjadi forum milik KPMD, mereka yang merencanakan kapan?, Di
mana? Bagaimana? Sampai menyusun pertanggungjawaban dana rakor kepada UPK. Cara
sederhana, tapi cukup efektif untuk menumbuhkan kepercayaan diri.
Eksistensi kader harus dimunculkan. Kader harus bangga dengan perannya.
Kader harus menyadari peran dan tugas pentingnya. Dan terakhir, masyarakat,
pemerintah harus melihat Kader Pemberdayaan Masyarakat sebagai peran mulia,
bukan hanya penghargaan yang berupa bantuan transport dari swadaya desa.
Semua yang diceritakan penulis diatas hanya sebuah upaya kecil.
Bagaimanapun merupakan tugas mutlak bagi kita akan adanya orang-orang yang
mampu menjadi penerus upaya pemberdayaan masyarakat . Dan kita memiliki KPMD,
KPMD harus kita kelola sebaik-baiknya. Kebanggaan bagi kita adalah ketika PNPM
sudah tidak lagi dianggarkan oleh APBN masih ada orang yang berteriak tentang
Pemberdayaan masyarakat, orang yang berteriak tentang pengentasan kemiskinan,
berteriak tentang keberfihakan pada perempuan dan masyarakat miskin, tentang
perencanaan partisipatif, tentang transparansi dan keterbukaan, tentang
kesetaraan, tentang keadilan, tentang otonomi, tentang kemandirian desa.
Oleh: JAMAL MUSTOFA (FK Kecamatan Ngebel - Ponorogo)
0 komentar:
Posting Komentar